Animasi Doraemon

Animasi Doraemon

Kamis, 20 September 2018

dampak demokrasi


                Hasil gambar untuk politik demokrasi

    Dampak Demokrasi Terpimpin di Negara Indonesia

Pada beberapa tahun lalu, setelah beberapa lama mengalami fase pergantian jenis Demokrasi, Presiden Ri kala itu mengeluarkan kebijakan baru untuk mengaplikasikan suatu sistem demokrasi yang baru bagi negara Indonesia setelah mengalami kekecewaan pada masa demokrasi Parlementer. Terlepas dari adanya dampak Demokrasi Liberal, Indonesia sempat mengalami kerugian yang besar dalam hal ekonomi dan sosial akibat dari adanya kabinet-kabinet yang dianggap  kurang anda dalam menjalankan tugas. Karena mayoritas kabinet terdapat suatu hal yang mencegah mereka untuk bertahan, maka Indonsia pada saat itu sempat mengalami beberapa kali pergantian kabinet pada masa Demokrasi Liberal, dari Kabinet Natsir sampai dengan Kabinet Djuanda. Tak lama setelah itu Presiden mengeluarkan dekrit presiden yang salah satu isinya ialah membubarkan konstituante, atau sistem kabinet tadi. Sehingga, Indonesia masuk ke dalam era baru dalam Demokrasi Terpimpin. Namun, apakah pada perubahan sistem demokrasi tadi juga ada beberapa dampak yang bisa membawa bangsa Indonesia pada kemajuan?
ads
Ditemukan dalam beberapa tahun setelahnya, terdapat banyak sekali penyimpangan pada masa Demokrasi Terpimpin yang ditemukan pada era ini. Hal ini sempat mengundang banyak opini mengenai betapa bagusnya demokrasi sebelumnya, yang mempunyai kelebihan Sistem Parlementer. Namun mereka tidak sadar bahwa sistem tersebut juga memiliki kelemahan Sistem Parlementer yang sebetlunya juga fatal apabila kekuasaan Indonesia jatuh ke tangan orang yang tidak tepat. Oleh karena itu, kita akan temukan sesuatu dibalik Demokrasi ini, apakah ada dampak demokrasi terpimpin yang baik untuk rakyat Indonesia, dan disamping itu, apa sajakah dampak negatif yang bisa didapatkan dari adanya sistem demokrasi terpimpin ini? Simak ulasan selengkapnya di bawah ini :
Positif :
1. Bisa mencegah krisis berkepanjangan akibat dari perpecahan
Dampak demokrasi terpimpin yang pertama ialah dapat mencegah terjadinya krisis yang berkepanjangan. Seperti yang kita tahu, krisis ekonomi dapat membawa masyarakat menuju kehancuran karena adanya perebutan dan rasa tidak terima dari adanya kebijakan yang semakin membuat ekonomi Indonesia hancur. Dari hancurnya ekonomi tersebut, masyarakat dapat lebih mudah untuk diadu domba, seperti contoh-contoh konflik yang juga terdapat faktor ekonomi di dalamnya, seperti penyebab perang Acehpenyebab konflik Ambon, dan penyebab konflik Maluku.
Krisis ekonomi selain itu juga bisa berdampak kepada kesehatan masyarakat, karena daya beli makanan untuk mendapatkan gizi yang lebih baik akan berkurang. Karena hal itulah, masyarakat bisa menjadi sumber daya yang tidak berguna karena kekuarangan segalanya. Namun hal tersebut berhasil diatasi oleh adanya demokrasi terpimpin. Pada demokrasi ini suara berpusat kepada Presiden, sehingga tidak adanya bias antara satu lembaga dengan lembaga lainnya. Dengn begitu Presiden bisa memanfaatkan momen ini untuk bisa meningkatkan ekonomi Indonesia dengan melakukan perbaikan infrastruktur sehingga bisa meningkatkan ekonomi pada suatu daerah dengan mudahnya jalur transportasi.

menuju demokrasi terpimpin

semenjak Indonesia diakui secara sah bahwa berdaulat terhadap seluruh wilayah nya dari Sabang sampai Merauke pada tahun 1949, berbagai macam bentuk pemerintahan sudah pernah dicoba. Mulai dari Demokrasi Parlementer hingga Demokrasi Terpimpin yang ditandai dengan lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sebagai landasan awal.

Menurut hemat saya, Demokrasi Terpimpin adalah fase yang paling menentukan wajah politik Indonesia beberapa dekade mendatang. Menentukkan siapa yang akan menjadi Presiden Indonesia kelak manakala Sang Penyambung Lidah Rakyat sudah mangkat dan tak jadi presiden seumur hidup, menentukkan siapa yang akan menjadi korban dan pahlawan.
Karena sejarah yang sifatnya ahistoris, maka mustahil apabila Demokrasi Terpimpin yang bisa terjadi sedemikian hebohnya dalam gelanggang politik nasional. Tak mungkin tanpa dilandasi dengan ekses-ekses politik yang membuat peristiwa selanjutnya mengarah kepada suatu visi atau arah tertentu.
Sudah dapat dipastikan bahwa apa yang terjadi selama periode Demokrasi Terpimpin, sedikit banyak ada tindak campur dari peristiwa yang mengiringinya terdahulu. Peristiwa-peristiwa politik itu tadi yang mempengaruhi sekaligus membentuk karakter nya kelak sehingga tercatat dalam kronik sejarah nasional.
Situasi politik di Indonesia memang tak pernah terlihat adem ayem, senantiasa diwarnai dengan saling tuding, tuduh, dan sikut. Hal itu tak jauh berbeda dengan konstelasi politik pada era Demokrasi Terpimpin, ketika itu tiga kekuatan makro yang sebelumnya hanya berani saling tuding pada kesempatan yang berbeda. Kini secara terang-terangan menyatakan akta kebencian terhadap satu sama lain.
Ketiga kekuataan makro dalam politik era Demokrasi Terpimpin itu adalah Presiden Soekarno, Angkatan Darat dan Partai Komunis Indonesia. Nama yang terakhir disebut lebih memilih membebek kepada Soekarno dan bergabung dengan koalisi nya, namun PKI juga tak segan-segan untuk berkonfrontasi secara langsung dengan Angkatan Darat.
Cara berfikir seorang politikus adalah bagaimana secepat mungkin dapat merebut kekuasaan dari status quo, maka jangan tanya latarbelakang konflik segitiga paling kolosal ini. Jelas ini merupakan perebutan kekuasaan. Pertanyaan selanjutnya bagaimana hal itu bisa terjadi?
Pertama, konflik antara Angkatan Darat dengan Presiden Soekarno sudah mulai terlihat setelah peristiwa Doorstoot Naar Djokja pada tahun 1948, dimana terjadi silang pendapat dalam menentukan jalan perjuangan mana yang akan ditempuh Indonesia dalam menghadapi gempuran Belanda. Diplomasi atau gerilya?
Di sinilah friksi terjadi, pemimpin sipil yang diwakili oleh Soekarno dan Hatta memilih untuk menyerah dan mencoba melanjutkan perjuangan beralaskan meja runding. Sedangkan Soedirman dan bala tentara nya lebih setia kepada patron gerilya yang sudah mendapatkan bukti ketika perang kemerdekaan. Strategi gerilya ini yang akan digunakan Nasution sebagai strategi perang nasional, mengingat kekuatan Angkatan Laut dan Udara belum sekuat Angkatan Darat.
Menyerahnya pimpinan sipil membuat Soedirman kecewa dan tak suka kepada pemimpin sipil, dan sialnya kemenangan pun diraih oleh pihak Republiken (tentara) sehingga rasa jumawa sebagai satu-satunya pihak yang sampai titik darah penghabisan membela Indonesia disaat para pemimpin sipil meringkuk menjadi tahanan politik.
Sesudah Soedirman mangkat dan Soekarno resmi menjadi presiden, perselisihan tak pernah padam. Kali ini akibat peristiwa 17 Oktober 1952 di mana militer dengan segala peralatan perangnya berkonvoi menuju Istana untuk menuntut pembubaran parlemen. Meski aksi berjalan damai, namun Soekarno tak senang dengan peristiwa itu. Nasution yang kini kena batunya, padahal kelompok reformis dalam tentara seperti Kemal Idris dan Soetoko lebih berperan penting.
Walhasil Nasution pun segera dicopot sebagai Kepala Staf Angkatan Perang, namun tak lama karena kapabilitas nya masih diatas rata-rata ia pun kembali dijadikan KSAP kembali oleh Soekarno. Namun dengan beberapa tindakan “ospek” terlebih dahulu seperti mencopot jabatan Ketua Panitia Retooling Aparatur Negara dan digantikan dengan Ahmad Yani yang merupakan “orangnya” Soekarno.
Kedua, konflik Angkatan Darat dan PKI mungkin yang paling menyita perhatian, terutama perihal tahun 1965-1966. Namun artikel ini tidak sampai pada pembahasan seperti itu, awal mula pertengkaran antara kedua kubu ini disinyalir pada pemberontakan PKI di Madiun pada 1948 yang ditumpas oleh Angkatan Darat.
Setelah itu AD seperti diatas angin karena PKI telah hancur sementara, namun golongan muda pada 1950-an awal kembali mencoba merekonstruksi PKI supaya terlihat modern. Alhasil konflik itu pun lambat laun pasti akan berkobar, hingga mencapai klimaks nya pada bulan September nanti.
Sebelum era Demokrasi Terpimpin, kondisi Indonesia sedang diberlakukan Darurat Perang atau SOB (state van orloog en beleg) supaya stabilitas nasional tidak terguncang seperti revolusi fisik. Kewenangan tertinggi diberikan kepada AD untuk mengawal pelaksanaan keadaan darurat perang, melihat hal itu PKI tak tinggal diam.
Akhirnya mereka mencoba mengusulkan untuk membentuk Angkatan Kelima dimana para buruh dan tani ikut dipersenjatai supaya bisa melakukan aktifitas bela negara, mereka beralasan pula bahwa tugas untuk mengamankan Indonesia bukan hanya tugas tentara dan aparat-aparat yang lain. Melainkan tugas semua warga negara, namun sayang hal itu gagal terwujud.
Berikut tadi sedikit penjabaran singkat tentang asal muasal bagaimana ketiga kekuatan besar di politik nasional akan saling sikut pada era Demokrasi Terpimpin, beberapa contoh peristiwa tersebut dipilah mengingat masih banyak lagi kontradiksi yang tercipta dalam jalan merebut kursi Indonesia nomor

orde lama soekarno

Orde Lama Soekarno: Kelahiran Indonesia
Soekarno (1901-1970), yang lahir di Surabaya pada masa pemerintahan kolonial Belanda, adalah pemimpin nasionalis dan pahlawan nasional yang mendedikasikan hidupnya kepada perjuangan kemerdekaan Indonesia. Meskipun bertumbuh dalam lingkungan tradisional Jawa (dan dikombinasikan dengan pengaruh Bali dari sisi keluarga ibunya), Soekarno mendapatkan pendidikan di sekolah-sekolah modern kolonial Belanda. Sejak usia muda minat utamanya adalah membaca buku-buku dengan topik filosofi, politik dan sosialisme. Waktu masih sekolah di Surabaya, Soekarno tinggal di rumahnya Oemar Said Tjokroaminoto, pemimpin pertama dari Sarekat Islam (yang kemudian menjadi gerakan penting untuk kebangkitan nasional Indonesia). Tjokroaminoto menjadi mentor politik dan inspirasi bagi Soekarno.

politik demokrasi

Hasil gambar untuk politik demokrasi

 Politik Mercusuar
Politik Mercusuar dijalankan oleh presiden sebab beliau menganggap bahwa Indonesia merupakan mercusuar yang dapat menerangi jalan bagi Nefo di seluruh dunia.
Untuk mewujudkannya maka diselenggarakan proyek-proyek besar dan spektakuler yang diharapkan dapat menempatkan Indonesia pada kedudukan yang terkemuka di kalangan Nefo. Proyek-proyek tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar mencapai milyaran rupiah diantaranya diselenggarakannya GANEFO (Games of the New Emerging Forces ) yang membutuhkan pembangunan kompleks Olahraga Senayan serta biaya perjalanan bagi delegasi asing.
Pada tanggal 7 Januari 1965, Indonesia keluar dari keanggotaan PBB sebab Malaysia diangkat menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.
d. Politik Gerakan Non-Blok
Gerakan Non-Blok merupakan gerakan persaudaraan negara-negara Asia-Afrika yang kehidupan politiknya tidak terpengaruh oleh Blok Barat maupun Blok Timur.
Selanjutnya gerakan ini memusatkan perjuangannya pada gerakan kemerdekaan bangsa-bangsa Asia-Afrika dan mencegah perluasan Perang Dingin.
Keterlibatan Indonesia dalam GNB menunjukkan bahwa kehidupan politik Indonesia di dunia sudah cukup maju.
GNB merupakan gerakan yang bebas mendukung perdamaian dunia dan kemanusiaan. Bagi RI, GNB merupakan pancaran dan revitalisasi dari UUD1945 baik dalam skala nasional dan internasional.

perkembangan politik

           

         Perkembangan Politik dan Masalah-Masalah yang Terjadi Pada Masa Demokrasi Terpimpin

  1. Konsepsi Demokrasi Terpimpin
Periode ini ditandai oleh beberapa ciri, yaitu pertama, peran dominan dari presiden, kedua, pembantasan atas peran DPR serta partai – partai politik kecuali PKIyang malahan mendapat kesempatan untuk berkembang, dan ketiga peningkatan peran ABRI sebagai kekuatan sosial – politik.[1]
Keadaan serba tidak menentu itu mendorong Soekarno untuk mengumukan dekrit yaitu kembali ke UUD 1945, pada tanggal 5 Juli 1959. Dekrit itu disusul dengan pidato kenegaraan 17 Agustus 199, berjudul “Menemukan Kembali Revolusi Kita”. Bagi Soekarno pidato ini berupa pemerintahan yang kembali ke sistem presidensial dari sistem parlementer. Sejak itu, presiden bukan sekedar lambang negara, melainkan kepala pemerintahan. Sitem presidensial diharapkan dapat menghasilkan pemerintahan yang kuat, stabil dan berwibawa

asas asas demokrasi

       


Hasil gambar untuk gambar asas asas demokrasi terpimpin

      Asas Demokrasi Dan Pelaksanaannya Di Indonesia


Pengertian demokrasi adalah suatu pemerintahan dengan masalah satu cirinya rakyat ikut serta memerintah; baik secara langsung (demokrasi langsung) maupun secara tidak langsung (demokrasi perwakilan). Asas demokrasi yang dianut oleh setiap negara/bangsa berbeda-beda. Asas demokrasi yang pernah dilaksanakan di Indonesia, antara lain sebagai berikut.

Demokrasi liberal

Demokrasi liberal dianut oleh negara-negara Eropa barat pada umumnya. Dalam demokrasi liberal, kepentingan perorangan diutamakan bahkan lebih menonjol dan pada kepentingan bersama. Demokrasi Liberal itu pernah diterapkan di Indonesia, sejak tahun 1950 setelah Indonesia kembali ke negara kesatuan. Demokrasi liberal berlangsung hingga keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Demokrasi Liberal yang memang cocok bagi masyarakat Eropa Barat, ternyata bagi masyarakat Indonesia justru sangat bertentangan dengan nilai-nilai dan tradisi bangsa, yang menjunjung tinggi kebersamaan, kekeluargaan dan mendahulukan musyawarah, untuk mufakat. Sebagai bukti ketidakcocokan demokrasi Liberal bagi bangsa Indonesia, dapat dilihat dan sering bergantinya kabinet. Kabinet yang terbentuk tidak bertahan lama karena pada saat itu para politisi lebih mengutamakan kepentingan kelompok.

Demokrasi Terpimpin

Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 keluar, asas demokrasi yang diterapkan adalah demokrasi Terpimpin. Dalam demokrasi Terpimpin, kata “terpimpin” ditafsirkan berbeda dengan apa yang terdapat di dalam UUD 1945. Kata “terpimpin” dalam UUD 1945, dimaksudkan segala peraturan dan perundangan yang berlaku, maupun segala kebijakan yang di tempuh oleh pemerintah, hams secara terpimpin (berdasarkan) oleh Pancasila dan UUD 1945. Namun ternyata kata terpimpin itu oleh Presiden Soekarno diartikan menjadi segala keputusan dan kebijakan apapun hams secara terpimpin oleh beliau sebagai Presiden. Dan kesalahan penafsiran itulah, serangkaian penyimpangan terulang kembali terhadap Pancasila dan UUD 1945, hingga meletusnya G 30 S/PKI pada tahun 1965. Masa berlangsungn ya penerapan demokrasi terpimpin dalam periode tahun 1959 sampai dengan tahun 1966, dikenal dengan masa pemerintahan Orde lama.

Demokrasi Pancasila

Asas demokrasi yang diterapkan di Indonesia setelah berakhimya demokrasi Terpimpin, adalah demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila pada hakikatnya berasal dan sila keempat Pancasila, yaitu sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebjaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dengan demikian, maka demokrasi Pancasila dapat dirumuskan sebagai demokrasi yang berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, pen kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu, dalam penerapan demokrasi Pancasila, rakyat Indonesia dituntut bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, menurut keyakinan dan ajaran agamanya masing-masing, menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan, turut bertanggungjawab akan keutuhan, persatuan dan kesatuan bangsa, bersama-sama mengupayakan tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang mendaliulukan gotong royong, yang sebenarnya therupakan sumber dan nilai-nilai luhur dan tradisi bangsa secara turun temurun.

Dari uraian singkat mengenai Demokrasi Pancasila itu, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa asas demokrasi ini sebenarnya jauh lebih baik, bila dibandingkan dengan dua asas demokrasi yang terdahulu. Namun temyata demokrasi mi pun akhirnya runtuh. Hal mi disebabkan pulaoleh penyimpangan-penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945, yang tidak cepat disadari oleh Pemerintahan Orde Baru.

Demokrasi dalam Masa Reformasi

Demokrasi dalam masa reformasi menemukan kembali tempatnya dalam kehidupan politik negara kita. Meskipun di sana-sini masih terdapat kekurangan-kekurangannya, setidaknya pemerintahan pasca Orde Baru telah mencoba untuk menumbuhkan tradisi demokrasi yang sejati. Dalam masa ini para praktisi politik sepakat untuk tidak menambah embel-embel apapun terhadap demokrasi ini. Kita tidak akan menemui lagi istilah-istilah demokrasi Pancasila, demokrasi liberal, atau demokrasi terpimpin. 

Demokrasi Reformasi pada saat mi tidak kita namakan dengan demokrasi reformasi, melainkan cukup dengan demokrasi. Pemerintah pasca Orde Barn mencoba untuk mengembangkari nilai-nilai demokrasi melalui proses demokratisasi yang terus berlangsung hingga saat sekarang, di antaranya pelaksanaan pemilu, adanya kebebasan pers, dan kemerdekaan untuk mengeluarkan pendapat.

kondisi demokrasi terpimpin



                                      Hasil gambar untuk gambar kondisi demokrasi terpimpin



                                            Kondisi Politik Demokrasi Terpimpin 1959-1965

Indonesia Tahun 1956 Konstituante tidak berhasil merumuskan Undang-Undang Dasar baru. Keadaan itu semakin mengguncangkan situasi politik di Indonesia. Bahkan, masing-masing partai politik mementingkan kepentingan partai demi tujuan partainya tercapai. Oleh sebab itu, sejak tahun 1956 kondisi dan situasi politik Negara Indonesia semakin buruk dan kacau.

Keadaan yang semakin bertambah kacau itu sangat membahayakan dan mengancam keutuhan negara dan bangsa Indonesia karena selain Konstituante gagal menetapkan UUD yang baru juga timbulnya berbagai pemberontakan di Indonesia yaittu: DI/TII di Jawa Barat, Aceh dan Sulawesi Selatan, Permesta di Sulawesi Utara, PRRI di Sumatera dan RMS di Maluku. banyak Suasana semakin bertambah panas karena adanya ketegangan yang diikuti dengan sikap dari setiap partai politik yang berada di Konstituante. Rakyat sudah tidak sabar lagi dan menginginkan agar pemerintah mengambil tindakan yang bijaksana untuk mengatasi kemacetan sidang Konstituante namun konstituante ternyata tidak dapat diharapkan lagi.

majunya demokrasi terpimpin






                                                  



Terbentuknya Demokrasi Terpimpin di Indonesia diawali pada tahun 1959 oleh Presiden Soekarno sebagai pemegang kekuasaan penuh pemerintahan karena pada masa Demokrasi parlemen perpolitikan dalam negeri mengalami krisis politik dan kekacauan di berbagai bidang. Awal demokrasi Terpimpin dimulai dengan adanya surat mandat Dekrit Presiden Juli 1959 akibat belum tersusunnya Undang-Undang Dasar Negara dan banyaknya kepentingan-kepentingan politik antar partai. Terjadinya sejumlah pemberontakan di dalam negeri yang semakin menambah kekacauan bahkan menjurus menuju gerakan Separatisme yang memperparah keadaan politik pada masa parlement. Banyaknya partai dalam parlemen yang saling berbeda pendapat, dan keadaan semakin sulit untuk menemukan solusi mempersatukan perbedaan antar partai. Masing- masing partai politik selalu berusaha untuk menggunakan segala cara agar tujuan partainya tercapai. Konflik antar partai politik inilah yang mengganggu stabilitas nasional sehingga menyebabkan keterpurukan politik dalam negeri pada masa Demokrasi parlemen.

Soekarno sebagai presiden Indonesia yang pertama pada masa Demokrasi Terpimpin berusaha untuk memperbaiki keadaan dan perpolitikan secara nasional melalui Dekrit Presiden . Setiap pidato Soekarno mampu membakar semangat perjuangan kepada rakyat untuk selalu bersatu membangun bangsa Indonesia menjadi bangsa yang maju. Langkah Berikutnya yang dilakukan oleh presiden Soekarno untuk membangun Indonesia pada tahun 1960-an adalah menggunakan konsep “revolusi belum selesai”. Konsep tersebut merupakan konsep yang digunakan Soekarno untuk menolak ideologi barat yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia setelah berdirinya suatu Negara (Indonesia).[1]

Pada masa Demokrasi Presidensial terdapat empat kekuatan partai yang mengisi parlemen yaitu NU, Masyumi,PNI dan PKI. Namun pada kenyataannya Soekarno lebih memilih partai Komunis Indonesia (PKI) dikarenakan politik poros Soekarno yang lebih cenderung ke negara Sosialis hal tersebut dibuktikan dengan poros Jakarta-Peking, Jakarta-Hanoi. Hal tersebut melanggar Undang- Undang Dasar Indonesia yang berpolitik secara bebas aktif. 

Arti demokrasi dan makna

                                                      

demokrasi di indonesia

                                                                  Arti dan Makna Demokrasi
Demokrasi berasal dari kata Yunani, yaitu demos dan kratosDemos artinya rakyat dan kratos berarti pemerintahan. Jadi, demokrasi artinya pemerintahan rakyat, yaitu pemerintahan yang rakyatnya memegang peranan yang sangat menentukan. 
Menurut Henry B. Mayo, demokrasi sebagai sistem politik ialah di mana kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politk.[1]
Adapun hakekat dari demokrasi sebagaimana kita pahami terdapat pada makna pemerintahan dari rakyat (government of the people ), pemerintahan oleh rakyat (government by people ) dan pemerintahan untuk rakyat (government for people). Hakikat makna yang terkandung pada government of the people adalah untuk menunjuk bahwa dalam negara demokrasi, keabsahan/legitimasi terhadap siapa yang memerintah (pemerintah) berasal dari kehendak rakyat. Sementara makna yang dapat diungkap dari government by people yakni bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan yang dilakukan pemerintah prosesnya diawasi oleh rakyat. Sedangkan untuk government for people terkandung makna bahwa dalam penyelenggaraan suatu pemerintahan oleh pemerintah adalah harus dilangsungkan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
Jadi, negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat atau jika ditinjau dari sudut organisasi, ia berarti suatu pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau asas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada di tangan rakyat.

transisi demokrasi

                 

                                    Transisi Demokrasi

"Begins with the breakdown of the former authoritarian regime and ends with the establishment of a relatively stable configuration of political institutions within a democratic regime"[71]Sebenarnya fase transisi ini adalah fase yang paling singkat, namun paling menentukan, karena ketidakberhasilan suatu negara dalam proses demokratisasi-nya tergantung pada proses transisi demokrasi. Menurut Richard Gunther, transisi itu adalah:
yang artinya adalah:
"Dimulai dengan hancurnya bekas rezim otoriter dan diakhiri dengan pembentukan konfigurasi institusi politik yang relatif stabil dalam sebuah rezim demokratis"
Proses transisi demokrasi atau proses demokratisasi di Indonesia dimulai ketika terjadinya perpindahan kekuasaan dari Presiden Soeharto kepada Wakil Presiden B. J. Habibiepada 21 Mei 1998. Disebut "transisi" karena pada fase inilah Indonesia mengalami peralihan atau transisi sistem politik dari otoritarian menuju demokrasi, transisi dari supremasi militer kepada supremasi sipil, transisi dari sentralisasi ke desentralisasi, dan seterusnya, yang maknanya adalah Indonesia telah beranjak meninggalkan sistem diktator dan sedang menuju perubahan sebagai negara yang demokratis.
Tumbangnya Orde Baru telah membuka peluang terjadinya reformasi politik dan proses demokratisasi di Indonesia. Pengalaman pada masa Orde Baru juga telah membuat Indonesia menyadari bahwa demokrasi penting bagi tumbuhnya kesejahteraan rakyat, oleh karenanya seluruh rakyat Indonesia pasca-1998 menaruh harapan bahwa proses demokratisasi dibawah kepemimpinan Presiden Habibie dan Kabinet Reformasi Pembangunan dapat berjalan dengan baik dan tidak terjadi lagi anomali transisi demokrasi seperti dari Orde Lama ke Orde Baru.
Presiden Habibie yang dilantik menggantikan Presiden Soeharto kemudian menjadi El Pilota del Cambio (dalam Bahasa Indonesia yang artinya "Sang Pilot Perubahan - sebuah julukan bagi Raja Juan Carlos yang memimpin reformasi politik di Spanyol pasca-Francisco Franco)[73] memikul tanggungjawab besar untuk memulai langkah-langkah demokratisasi dan meletakan fondasi-fondasi utama bagi sistem demokrasi di Indonesia, seperti mempersiapkan pemilihan umum (pemilu) yang demokratis dan membuat peraturan-peraturan, termasuk juga membebaskan para tahanan politik Orde Baru. Di era transisi demokrasi ini terbentuk beberapa undang-undang baru, misalkan seperti Undang-Undang tentang Partai Politik, Undang-Undang Pemilu, dan juga Undang-Undang tentang Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai Lembaga Tertinggi Negara juga mengalami perubahan.

demokrasi menurut soetan sjahrir

                         Demokrasi Menurut Soetan Sjahrir
Seperti halnya Soekarno dan Mohammad Hatta, Perdana Menteri Pertama Republik IndonesiaSoetan Sjahrir juga memiliki konsepsi sendiri tentang demokrasi, namun yang membedannya adalah Sjahrir tidak mengutuk habis-habisan demokrasi Barat seperti yang dilakukan Soekarno dan Hatta. Sjahrir lebih membenci fasisme dan ketimbang kapitalisme Barat, oleh karena itu tak mengherankan bila Sjahrir lebih suka melakukan dialog dengan pihak Sekutu Barat, seperti Amerika SerikatBritania Raya, dan Belanda.
Selain fasisme, Sjahrir pun juga menyerang komunisme dan sistem demokrasinya sebagai ideologi yang mengkhianati sosialisme kerena mengabaikan kemanusiaan, seperti Joseph Stalin dan Mao Tse Tung. Karena serangan Sjahrir ke kaum komunis, maka para penentangnya yang berasal dari spektrum kiri jauh mengejeknya dengan sebutan “soka” –  yang merujuk pada nama bunga – atau akronim dari sosialis kanan, karena keterpukauan Sjahrir kepada segala hal yang berbau Barat.[26]
Kebencian Sjahrir pada fasisme dan komunisme turut mempengaruhi konsepsinya mengenai demokrasi dan pemerintahan di Indonesia Merdeka. Pemikiran Sjahrir tentang demokrasi dan pemerintahan di Indonesia tertuang dalam bukunya yang berjudul Perjuangan Kita yang terbit pasca Indonesia Merdeka, dan duet Soekarno-Hatta atau Dwitunggal menjadi pemimpin Indonesia. Bagi Sjahrir, pemerintahan Indonesia yang baru merdeka, adalah pemerintahan yang dipimpin oleh kolaborator fasis (dalam hal ini kolaborator Kekaisaran Jepang), sehingga pemerintahan perlu di “demokratisir”.[27]
“Secepat mungkin seluruh pemerintahan harus didemokratiseer, sehingga rakyat banyak masuk tersusun di  dalam lingkungan pemerintahan. Ini mudah dikerjakan dengan menghidupkan dan di mana perlu membangunkan dewan-dewan perwakilan rakyat dari desa hingga ke puncak pemerintahan."[28]
Sementara seorang aktivis simpatisan Partai Sosialis Indonesia (PSI), Rahman Tolleng menyebut ideologi Sjahrir sebagai republikan-sosialis, “karena dia (Sjahrir) menekankan pada partisipasi rakyat,” kata Tolleng. Hal inilah yang kemudian melatarbelakangi dikemudian hari Sjahrir mengubah sistem presidensial menjadi parlementer agar partisipasi itu bisa maksimal.[29]
Dalam pemikirannya, Sjahrir sangat jelas memiliki banyak perbedaan dengan Soekarno dan Hatta mengenai konsepsi demokrasi. Bila Soekarno dan Hatta melihat individualismesebagai hal yang harus dihindari, maka Sjahrir justru menganggap individualisme menjadi elemen yang penting dalam negara dan sistem pemerintahan yang demokratis. Menurut Vedi Hadiz, pengajar ilmu politik di Universitas Nasional Singapura, ideologi Sjahrir adalah perpaduan antara tradisi sosial-demokrat dengan liberalismeSosial-demokrat Sjahrir, misalnya, terlihat pada perhatian dan gerakannya menumbuhkan pendidikan rakyat. Sedangkan liberalisme muncul dari sikapnya yang menjunjung hak dan kebebasan individu.[30]
Sikap politik Sjahrir yang seorang sosialis tetapi mengakui ide-ide demokrasi Barat dan liberalism tidak hanya membuat Sjahrir bermusuhan dengan fasisme, tetapi juga dengan kelompok komunis. Bagi Sjahrir demokrasi dan sosialisme bisa tercapai dengan azas akal, bukan melalui jalur revolusi terus-menerus – dalam hal ini Sjahir bertolak belakang dengan Soekarno yang mengatakan “revolusi belum selesai”, tetapi ia sejalan dengan Hatta yang mengatakan “revolusi telah selesai”.
Konsepsi Sjahrir mengenai demokrasi dan sosialisme yang bisa dicapai melalui jalur diplomasi bukan revolusi kekerasan diungkapkan pada Kongres Sosialis Asia II di Bombay(sekarang Mumbai), India pada 6 November 1956. Dalam Kongres itu Sjahrir berkata:[31]
“Kaum sosial kerakyatan di Asia menyadari bahwa mereka mempunyai kesabaran revolusioner yang sama dengan kaum komunis, tetapi mereka melihat dengan sangat jelas bahwa kaum komunis telah menempuh suatu jalan yang salah. Dituntun oleh ajaran-ajaran Lenin dan Stalin mengenai perjuangan kelas, mereka menghancurkan dalam diri mereka sendiri, jiwa serta semangat sosialisme, yaitu kemampuan menghargai kemanusiaan dan martabat manusia.”[32]
Dalam pidato itu jelas Sjahrir menolah sistem demokrasi a’la Bolshevik dan Komunis Internasional yang menindas dan mengabaikan kedaulatan rakyat dengan sistem yang hirarkis, otoriter, dan totaliter dalam politbiro Partai Komunis. Menurut Sjahrir, pengakuan terhadap kedaulatan rakyat dan martabat manusia secara individu membuat sosialisme yang dianutnya sejalan dengan demokrasi liberal ala Barat, namun dengan satu perbedaan, yaitu tidak adanya pengakuan terhadap sistem ekonomi kapitalis – dalam hal ini Sjahrir sejalan dengan Soekarno dan Hatta

demokrasi menurut mohammad hatta


                  Demokrasi Menurut Mohammad HattaSeperti Soekarno, Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia, Mohammad Hatta juga merupakan salah satu tokoh pergerakan yang menjadi pengeritik utama demokrasi liberal Barat. Kritik Hatta terhadap demokrasi Barat yang dimaksud, bukanlah demokrasi Barat dalam arti politik, yaitu demokrasi dalam kehidupan politik, atau liberalisme secara umum. Dalam pamflet yang berjudul Ke Arah Indonesia Merdeka, Hatta mengemukakan sebagai berikut:[20]
"Jadinya, demokrasi Barat yang dilahirkan oleh Revolusi Perancis tiada membawa kemerdekaan rakyat yang sebenarnya, melainkan menimbulkan kekuasaan kapitalisme. Sebab itu demokrasi politik saja tidak cukup untuk mencapai demokrasi yang sebenarnya, yaitu Kedaulatan Rakyat. Haruslah ada pula demokrasi ekonomi."[20]
Demokrasi Barat yang bersendikan pada liberalisme memiliki sisi politik dan ekonomi, yaitu demokrasi politik dan sistem kapitalisme dalam ekonominya. Secara spesifik dalam pandangan Hatta, sistem ekonomi kapitalis lahir terlebih dulu (oleh kaum kelas borjuis yang menguasai parlemen di masa itu) dan kemudian kelas borjuis yang kapitalis mendirikan sebuah sistem demokrasi politik yang bertujuan untuk menjamin keberlangsungan sistem kapitalisme itu sendiri. Hatta mengakui bahwa demokrasi Barat memang menjamin kedaulatan rakyat di bidang politik, akan tetapi karena kehidupan politik berkaitan dengan kehidupan ekonomi, sementara kehidupan ekonomi dalam demokrasi Barat tidak mengandung kedaulatan rakyat, maka bagi Hatta demokrasi politik dalam demokrasi Barat menjadi manipulatif, yaitu “memutar satu asas yang baik seperti kedaulatan rakyat menjadi perkakas pemakan rakyat”.[21]
Demokrasi politik di Barat – seperti apa yang dikemukakan oleh William Ebenstein dan Edwin Fogelman – bertumpu kepada “pementingan individu"[22] dalam kehidupan politik. Maksudnya, individu dengan segenap hak-hak dasarnya merupakan unit utama dalam kehidupan politik. Negara dan kelompok-kelompok lain diadakan semata-mata untuk melayani kepentingan individu-individu ini. Hatta berpendapat, semangat individualisme Barat dalam politik harus ditolak. Sebaliknya, Hatta menginginkan sebuah sistem demokrasi yang berdasarkan kebersamaan dan kekeluargaan yang mencerminkan tradisi kehidupan bangsa Indonesia secara turun menurun.[23]
Hatta menganggap individualisme sebagai penyakit, sehingga individualism adalah sesuatu yang harus dihindari, Hatta selanjutnya berbicara tentang demokrasi yang lebih sempurna bagi Indonesia – seperti Soekarno – yaitu demokrasi di bidang politik dan ekonomi yang tidak mengandung paham individualisme. Hatta bahkan amat yakin, demokrasi yang dibayangkannya itu akan bisa terwujud karena kesesuaiannya dengan tradisi masyarakat Indonesia, yaitu kebersamaan dan kekeluargaan.
Sifat demokratis masyarakat asli Indonesia ini bersumber dari semangat kebersamaan atau kolektivisme. Kolektivisme ini mewujud dalam sikap saling tolong menolong, gotong royong, dan sebagainya. Kolektivisme dalam masyarakat asli Indonesia juga berarti pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat. Ini jelas berbeda dengan kebiasaan yang berlaku dalam sistem demokrasi Barat yang individualistis.
Menurut Hatta, kebersamaan harus berarti, kepemilikan bersama atas suatu alat produksi (tanah) tidak bisa dijalankan dengan pembagian, melainkan harus diusahakan secara bersama-sama pula. Dengan kata lain, usaha individual dengan bantuan orang lain yang mencirikan kebersamaan masyarakat asli Indonesia masa kini, harus diganti dengan milik bersama yang diusahakan secara bersama-sama pula. Inilah yang dimaksud oleh Hatta dengan collectivisme baroe, yang seharusnya mewarnai kehidupan ekonomi Indonesia merdeka. Pengertian inilah yang kemudian melekat pada koperasi sebagai wujud kolektivisme baru.

demokrasi menurut IR SOEKARNO.

                          

Hasil gambar untuk gambar demokrasi IR SOEKARNO

      Demokrasi Menurut Soekarno

Dalam pandangan Presiden Republik Indonesia yang pertama, Soekarno, demokrasi Indonesia adalah demokrasi yang lahir dari kehendak memperjuangkan kemerdekaan, itu artinya adalah demokrasi Indonesia menurut Soekarno meletakan embrionya pada perlawanan terhadap imperialisme dan kolonialisme, hal itu ditulis oleh Soekarno dalam bukunya, Indonesia Menggugat dan Dibawah Bendera Revolusi, yang secara eksplisit terinspirasi oleh pergerakan kemerdekaan yang dilakukan di pelbagai belahan dunia, dari perjuangan seorang Muhammad, Yesus Kristus, William de Oranje, Mahatma Gandhi, Mustafa Kemal Attaturk, dan tokoh-tokoh kemerdekaan bangsa-bangsa di seluruh dunia.[8]Menurut Soekarno, demokrasi adalah suatu "pemerintahan rakyat". Lebih lanjut lagi, bagi Soekarno, demokrasi adalah suatu cara dalam membentuk pemerintahan yang memberikan hak kepada rakayat untuk ikut serta dalam proses pemerintahan. Namun, demokrasi yang diinginkan dan dikonsepsikan oleh Soekarno tidak ingin "meniru" demokrasi modern yang lahir dari Revolusi Perancis, karena menurut Soekarno, demokrasi yang dihasilkan oleh Revolusi Perancis, demokrasi yang hanya menguntungkan kaum borjuis dan menjadi tempat tumbuhnya kapitalisme.[9] Oleh karena itu, kemudian Soekarno mengkonsepsikan sendiri demokrasi yang menurutnya cocok untuk Indonesia.Lebih jelasnya, konsepsi Soekarno mengenai demokrasi tertuang dalam konsep pemikirannya, yaitu marhaenisme. Marhaenisme yang merupakan buah pikir Soekarno ketika masih belajar Bandung pada hakekatnya sering menjadi pisau analisis sosial, politik, dan ekonomi di Indonesia. Marhaenisme itu terdiri dari tiga pokok atau yang disebut sebagai “Trisila”, yaitu:[10][11]
  • Sosio-nasionalisme, yang berarti nasionalisme Indonesia yang diinginkan oleh Soekarno adalah nasionalisme yang memiliki watak sosial dengan menempatkan nilai-nilai kemanusiaan di dalam nasionalisme itu sendiri, jadi bukan nasionalisme yang chauvinis.
  • Sosio-demokrasi, yang artinya bahwa demokrasi yang dikehendaki Soekarno adalah bukan semata-mata demokrasi politik saja, tetapi juga demokrasi ekonomi, dan demokrasi yang berangkat dari nilai-nilai kearifan lokal budaya Indonesia, yaitu musyawarah mufakat.
  • Ketuhanan Yang Maha Esa, yang artinya bahwa Soekarno menginginkan setiap rakyat Indonesia adalah manusia yang mengakui keberadaan Tuhan (theis), apapun agamanya.
Di antara ketiga sila itu, pemikiran dan konsepsi Soekarno mengenai demokrasi ada di sila kedua dalam Trisila Marhaenisme, yaitu sosio-demokrasi. Sosio-demokrasi menurut Soekarno adalah suatu sistem demokrasi yang mengakar pada nilai-nilai kemasyarakatan. Sosio-demokrasi yang diinginkan oleh Soekarno adalah saat demokrasi itu sendiri mendasari nilai-nilainya pada seluruh masyarakat, bukan hanya kepada sebagian masyarakat, dalam hal ini Soekarno mengkritik demokrasi Perancis dan demokrasi Amerika Serikat yang menurut Soekarno hanya mementingkan sebagian kelompok orang saja, yaitu kelompok borjuis, atau sederhananya, Soekarno ingin demokrasi Indonesia bukan hanya demokrasi politik, tetapi juga demokrasi ekonomi.