Terbentuknya Demokrasi Terpimpin di Indonesia diawali pada tahun 1959 oleh Presiden Soekarno sebagai pemegang kekuasaan penuh pemerintahan karena pada masa Demokrasi parlemen perpolitikan dalam negeri mengalami krisis politik dan kekacauan di berbagai bidang. Awal demokrasi Terpimpin dimulai dengan adanya surat mandat Dekrit Presiden Juli 1959 akibat belum tersusunnya Undang-Undang Dasar Negara dan banyaknya kepentingan-kepentingan politik antar partai. Terjadinya sejumlah pemberontakan di dalam negeri yang semakin menambah kekacauan bahkan menjurus menuju gerakan Separatisme yang memperparah keadaan politik pada masa parlement. Banyaknya partai dalam parlemen yang saling berbeda pendapat, dan keadaan semakin sulit untuk menemukan solusi mempersatukan perbedaan antar partai. Masing- masing partai politik selalu berusaha untuk menggunakan segala cara agar tujuan partainya tercapai. Konflik antar partai politik inilah yang mengganggu stabilitas nasional sehingga menyebabkan keterpurukan politik dalam negeri pada masa Demokrasi parlemen.
Soekarno sebagai presiden Indonesia yang pertama pada masa Demokrasi Terpimpin berusaha untuk memperbaiki keadaan dan perpolitikan secara nasional melalui Dekrit Presiden . Setiap pidato Soekarno mampu membakar semangat perjuangan kepada rakyat untuk selalu bersatu membangun bangsa Indonesia menjadi bangsa yang maju. Langkah Berikutnya yang dilakukan oleh presiden Soekarno untuk membangun Indonesia pada tahun 1960-an adalah menggunakan konsep “revolusi belum selesai”. Konsep tersebut merupakan konsep yang digunakan Soekarno untuk menolak ideologi barat yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia setelah berdirinya suatu Negara (Indonesia).[1]
Pada masa Demokrasi Presidensial terdapat empat kekuatan partai yang mengisi parlemen yaitu NU, Masyumi,PNI dan PKI. Namun pada kenyataannya Soekarno lebih memilih partai Komunis Indonesia (PKI) dikarenakan politik poros Soekarno yang lebih cenderung ke negara Sosialis hal tersebut dibuktikan dengan poros Jakarta-Peking, Jakarta-Hanoi. Hal tersebut melanggar Undang- Undang Dasar Indonesia yang berpolitik secara bebas aktif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar